Pelatihan guru yang memberi inspirasi. (Workshop guru Sekolah Al Izzah Taman Adyasa Tangerang)

Senin, 27 Agustus 2007

alizzahbackdrop.jpg

Hari Sabtu tanggal 25 Agustus 2007, saya bersama Pak Dedi, melakukan pelatihan guru di Sekolah dasar Al Izzah Taman Adyasa Tangerang. Kami melakukannya berdua. Pelatihan yang berlangsung setelah makan siang itu berjalan dengan lancar dan menarik sekali. Ini kali pertama saya melakukan presentasi dengan kakak saya dalam satu sesi presentasi. Saya tampil dengan topik pengelolaan kelas, beliau tampil dengan topik bagaimana menjadi guru yang profesional. Sengaja kami pilih topik yang saling mendukung tersebut dikarenakan untuk membuka pola pikir guru agar mau berubah dibutuhkan stimulasi yang tepat. Setelah antusiasme guru dibangkitkan maka harapan agar mereka berubah sampai kepada hal yang bersifat teknis jadi lebih mudah.

Dalam pembahasan mengenai guru yang profesional, oleh Pak Dedi guru dibangkitkan rasa percaya dirinya dalam memandang profesi serta diberi motivasi agar bisa melalui tantangan keseharian sebagai manajer di kelas. Sebagai manajer di kelas, guru tidak hanya harus mendidik siswa, tetapi saat yang sama mempunyai kewenangan serta otoritas yang tinggi dalam berhadapan dengan komunitas sekolah. Hal inilah yang terkadang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh guru.

Dalam menghadapi orang tua di Taman kanak-kanak yang memaksa agar sekolah mengajarkan baca tulis hitung, guru biasanya tidak punya pilihan selain menuruti apa yang menjadi tekanan oleh orang tua murid. Contoh lain saat guru menghadapi ujian nasional yang bertentangan dengan prinsip pendidikan. Pak Dedi menyarankan agar sekolah melakukan kompromi, dalam pengertian sekolah dengan penuh daya dan upaya melakukan semua hal yang betul-betul berpusat pada siswa selama mereka ada di kelas 1 sampai 5, untuk kemudian dikelas 6 mengajak siswa berlatih keras menghadapi soal ujian. Melakukan kompromi sangat penting agar guru dan manajemen sekolah tidak mengalami kesulitan dengan dinas pendidikan setempat.

al izzah

Dalam topik pengelolaan kelas, saya mengajak semua guru yang hadir membayangkan bahwa kelas yang mereka bawahi sebagai sebuah miniatur komunitas. Ada pengendali kebijakan, ada warga dan ada juga konsensus yang disepakati bersama. Saat membentuk konsensus atau essential agreement semua siswa dilibatkan. Dengan demikian tidak mengundang celah siswa untuk menawar atau mendebat saat dirinya dikenai konsekuensi. konsekuensi bukan hukuman dan bukan dilterapkan untuk mempermalukan siswa tapi untuk menyadarkannya serta memberi penghargaan saat siswa berbuat yang terbaik. Berbeda dengan hukuman, konsekuensi memberikan peluang bagi guru untuk berfokus tidak hanya pada perilaku anak yang negatif tetapi juga pada perilaku anak yang positip. Fokus pada hal yang positip pada perilaku anak adalah sebuah hal yang sering luput dari perhatian para pendidik. Dalam dunia pendidikan dasar penghargaan terus menerus pada perilaku anak yang baik akan membuat anak menjadi bisa melewati halangan emosional (rasa percaya diri, kemandirian dan lain-lain) sehingga siap menjadi pembelajar yang bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri.

Pelatihan ini ditutup dengan refleksi dari peserta, salah satu peserta Ibu Emmy , mengatakan bahwa dirinya merasa terinspirasi dengan pelatihan ini. Hal demikian cocok sekali dengan apa yang Pak Dedi katakan bahwa guru yang baik bukan hanya bisa mengajar dan memberi contoh tetapi juga memberi inspirasi.

[slideshare id=98101&doc=pengelolaan-kelas939&w=425]

0 komentar: